Kamis, 07 Mei 2009

Makalah

CONTOH MAKALAH



DIARE




BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun) terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita.

I.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mendapatkan gambaran epidemiologi, distribusi, frekuensi, determinan, isu dan program penanganan penyakit diare.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes RI, Kepmenkes RI tentang pedoman P2D, Jkt, 2002).
Jika ditilik definisinya, diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi feses (tinja) lembek, atau cair, bahkan dapat berupa air saja. Frekuensinya bisa terjadi lebih dari dua kali sehari dan berlangsung dalam jangka waktu lama tapi kurang dari 14 hari. Seperti diketahui, pada kondisi normal, orang biasanya buang besar sekali atau dua kali dalam sehari dengan konsistensi feses padat atau keras.

II.2. Jenis-jenis Diare
Diare Akut
Merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut Rotaviru yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya biasanya (3kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare Rotavirus ini merupakan virus usus patogen yang menduduki urutan pertama sebagai penyebab diare akut pada anak-anak.
Diare Bermasalah
Merupakan yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Penularan secara fecal-oral, kontak dari orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Diarae ini umumnya diawali oleh diare cair kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah.
Diare Persisten
Merupakan diare akut yang menetap, dimana titik sentral patogenesis diare persisten adalah keruskan mukosa usus. Penyebab diare persisten sama dengan diare akut.
(Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi ketiga, Depkes RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2007)

II.3. Penyebab
Menurut Dr. Haikin Rachmat, MSc., penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam golongan:
1. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.
2. Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3. Alergi.
4. Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5. Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
6. Penyebab lain.
Direktur Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (PPML), Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL) Depkes yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Setelah melalui pemeriksaan laboratorium, sumber penularannya berasal dari makanan atau minuman yang tercemar virus. Konkretnya, kasus diare berkaitan dengan masalah lingkungan dan perilaku. Perubahan dari musim kemarau ke musim penghujan yang menimbulkan banjir, kurangnya sarana air bersih, dan kondisi lingkungan yang kurang bersih menyebabkan meningkatnya kasus diare. Fakta yang ada menunjukkan sebagian besar pasien ternyata tinggal di kawasan kurang bersih dan tidak sehat.
Saat persediaan air bersih sangat terbatas, orang lantas menggunakan air sungai yang jelas-jelas kotor oleh limbah. Bahkan menjadi tempat buang air besar. Jelas airnya tak bisa digunakan. Jangan heran kalau kemudian penderita diare sangat banyak karena menggunakan air yang sudah tercemar oleh kuman maupun zat kimia yang meracuni tubuh. Masalah perilaku juga bisa menyebabkan seseorang mengalami diare. Misalnya, mengonsumsi makanan atau minuman yang tidak bersih, sudah tercemar, dan mengandung bibit penyakit. Jika daya tahan tubuh ternyata lemah, alhasil terjadilah diare.

II.4. Patofisiologi
Penyakit ini dapat terjadi karena kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti:
- Makan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan kotor.
- Bermain dengan mainan terkontaminasi apalagi pada bayi sering memasukkan tangan/mainan/apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.
- Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan air yang benar.
- Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar.

II.5. Tanda dan Gejala
Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
- Muntah
- Badan lesu atau lemah
- Panas
- Tidak nafsu makan
- Darah dan lendir dalam kotoran

II.6. Akibat
Diare yang berlangsung terus selama berhari-hari dapat membuat tubuh penderita mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi. Jika dehidrasi yang dialami tergolong berat, misalnya karena diarenya disertai muntah-muntah, risiko kematian dapat mengancam. Orang bisa meninggal dalam beberapa jam setelah diare dan muntah yang terus-menerus. Dehidrasi akut terjadi akibat penderita diare terlambat ditangani.

II.7. Pencegahan
Pencegahan muntaber bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat.
1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.

II.8. Pertolongan Pertama
Bila sudah terlanjur terserang diare, upaya pertolongan pertama yang perlu segera dilakukan:
1. Minumkan cairan oralit sebanyak mungkin penderita mau dan dapat meminumnya. Tidak usah sekaligus, sedikit demi sedikit asal sering lebih bagus dilakukan. Satu bungkus kecil oralit dilarutkan ke dalam 1 gelas air masak (200 cc). Jika oralit tidak tersedia, buatlah larutan gula garam. Ambil air masak satu gelas. Masukkan dua sendok teh gula pasir, dan seujung sendok teh garam dapur. Aduk rata dan berikan kepada penderita sebanyak mungkin ia mau minum.
2. Penderita sebaiknya diberikan makanan yang lunak dan tidak merangsang lambung, serta makanan ekstra yang bergizi sesudah muntaber.
3. Penderita muntaber sebaiknya dibawa ke dokter apabila muntaber tidak berhenti dalam sehari atau keadaannya parah, rasa haus yang berlebihan, tidak dapat minum atau makan, demam tinggi, penderita lemas sekali serta terdapat darah dalam tinja.


BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Sekitar 80% kematian karena diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita, nomer 3 bagi bayi, serta nomor 5 bagi semua umur.
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes RI, Kepmenkes RI tentang pedoman P2D, Jkt, 2002).

III.2. Saran
Berdasarkan data-data diatas, maka dianggap perlu untuk membahas mengenai persoalan penyakit diare sebagai penyumbang penyebab tertinggi kedua kematian anak, sehingga semua pihak dapat mengupayakan strategi dalam rangka mengurangi kematian anak akibat diare demi peningkatan kualitas anak.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.medicastore.com/
Mansjoer, Arif dkk.2000.Kapita Selekta Edisi Jilid 4.Jakarta:Media Aescalapius FKUI
http://www.google.co.id/m/search?mrestrict-mobile&eosr-on&ct-fsh&q-Makalah+diare

CONTOH MAKALAH

MAKALAH PSIKOLOGI PERKAWINAN



BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Perkawinan adalah suatu peristiwa, dimana sepasang mempelai atau sepasang suami istri dipertemukan secara formal di hadapan penghulu atau kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi sebagai suami istri dengan upacara dan ritual – ritual tertentu.
Seperti yang kita ketahui sekarang ini banyak terdapat kasus mengenai perkawinan, hal itu disebabkan karena ketidakmampuan kedua belah pihak baik suami maupun istri untuk menyesuaikan perubahan – perubahan yang terjadi setelah perkawinan. Dalam perkawinan terdapat dua pribadi yang berbeda, sehingga diperlukan adaptasi satu sama lain untuk menghindari masalah – masalah dalam perkawinan uyang bisa berakibat pada perceraian. Oleh sebab itu selama adaptasi dengan pasangan hidupnya terjadi perubahan psikologi pada diri masing – masing.

I.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Agar mahasiswa memahami dan mengetahui pengertian dan macam-macam perkawinan.
2. Agar mahasiswa memahami dan mengetahui perubahan psikologi perkawinan yang diimplementasikan dalam berbagai macam penyesuaian.
3. Agar mahasiswa memahami dan mengetahui masalah-masalah yang terjadi dalam perkawinan.
4. Agar mahasiswa memahami dan mengetahui kriteria keberhasilan penyesuaian perkawinan.
5. Agar mahasiswa memahami dan mengetahui peran bidan dalam mengelola perkawinan.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Perkawinan
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Agama Islam, Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan diperlukan persiapan fisik dan mental untuk melaksanakannya.

II.2. Macam-macam Perkawinan
Beberapa pola perkawinan yang sering kita jumpai :
1. Nikah/ kawin resmi
Adalah perkawinan yang menurut agama sah dan diakui oleh negara (sah menurut hukum).
2. Nikah siri
Adalah perkawinan yang menurut agama sah tetapi tidak diakui oleh negara.
3. Kumpul kebo
Adalah sepasang wanita dan pria yang tinggal layaknya suami istri tetapi mereka tidak memiliki ikatan perkawinan yang resmi.
4. Perkawinan periodik
Kerangka ini merencanakan adanya satu kontrak tahap pertama selama 3-5 tahun, sedang tahap kedua ditempuh dalam jangka waktu 10 tahun. Perpanjangan kontrak bisa dilakukan, untuk mencapai tahap ketiga yang memberikan hak kepada kedua patner untuk “saling memiliki” secara permanen.
5. Kawin percobaan
Pada ide ini dua orang akan saling melibatkan diri dalam suatu relasi yang sangat intim dan mencobanya terlebih dahulu selama satu periode tertentu. Jika dalam periode tersebut kedua belah pihak bisa saling bersesuaian barulah dilakukan ikatan perkawinan yang permanen.
6. Kawin persekutuan
Pola perkawinan ini menganjurkan dilaksanakan perkawinan tanpa anak, dengan melegalisir keluarga berencana atau pengendalian kelahiran, juga melegalisir perceraian atas dasar persetujuan bersama.
7. Poligini
Merupakan perkawinan beristri banyak.
8. Perkawinan euginis
Adalah perkawinan yang bertujuan untuk memperbaiki atau memuliakan ras.
9. Kawin tanpa aturan
Melalui cinta dan seks bebas diharapkan bentuknya satu cinta sejati, akan tetapi sekiranya cinta semacam ini tidak bisa dimunculkan maka orang pun tidak dirugikan oleh karenanya, sebab mereka sudah bisa menikmati kepuasan seksual dengan permainan “kebebasan seks”.

II.3. Perubahan Psikologi Perkawinan
Perubahan psikologi perkawinan diimplemantasikan dalam bentuk penyesuaian perkawinan yang meliputi :
· Penyesuaian Terhadap Pasangan
Masalah penyesuaian yang paling pokok yang pertama kali dihadapi oleh keluarga baru adalah penyesuaian terhadap pasangannya (istri atau suaminya). Dalam penyesuain ini yang paling baik adalah kesanggupan dan kemampuan sang suami dan istri untuk berhubungan dengan mesra dan saling memberi dan menerima cinta.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan :
Ø Konsep pasangan yang ideal
Ø Pemenuhan kebutuhan
Ø Kesamaan latar belakang
Ø Minat dan kepentingan bersama
Ø Keserupaan nilai
Ø Konsep
· Penyesuaian Seksual
Masalah ini merupakan salah satu masalah yang paling sulit dalam perkawinan dan salah satu penyebab yang mengakibatkan pertengkarandan ketidakbahagiaan perkawinan apabila kesepakatan ini tidak dapat dicapai dalam kepuasan.
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi penyesuaian seksual :
Ø Perilaku terhadap seks
Sikap terhadap seks sangat dipengaruhi oleh cara pria dan wanita menerima informasi seks selama anak-anak dan remaja. Sekali perilaku tidak menyenangkan dikembangkan maka akan sulit sekali untuk dihilangkan bahkan tidak mungkin untuk dihilangkan.
Ø Pengalaman seks masa lalu
Cara orang dewasa dan teman sebaya bereaksi terhadap masturbasi, petting dan hubungan suami istri sebelum menikah, ketika mereka masih muda dan cara pria dan wanita merasakan itu sangat mempengaruhi perilakunya terhadap seks. Apabila pengalaman seorang wanita tentang petting tidak menyenangkan hal ini akan mempengaruhi sikapnya terhadap seks.
Ø Dorongan seksual
Dorongan seksual lebih awal berkembang pada pria daripada wanita dan cenderung tetap demikian, sedang pada wanita timbul secara periodic, dengan turun naik selama siklus menstruasi. Variasi ini mempengaruhi minat dan kenikmatan akan seks, yang kemudian mempengaruhi penyesuaian seksual.
Ø Pengalaman seks marital awal
Kepercayaan bahwa hubungan seksual menimbulkan keadaan ekstasi yang tidak sejajar dengan pengalaman lain, menyebabkan banyak orang dewasa muda merasa begitu pahit dan susah sehingga penyesuaian seksual akhir sulit atau tidak mungkin dilakukan.
Ø Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi
Akan terjadi lebih sedikit konflik dan ketegangan jikalau suami istri itu setuju untuk menggunakan alat pencegah kehamilan disbanding apabila antara keduanya mempunyai perasaan yang berbeda tentang sarana tersebut.
Ø Efek vasektomi
Apabila seseorang mengalami operasi vasektomi, maka kan hilang ketakutan akan kehamilan yang tidak diinginkan asektomi mempunyai efek yang sangat positif bagi wanita tentang penyesuaian seksual wanita tetapi membuat pria mempertanyakan kepriaannnya.
· Penyesuaian Keuangan
Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri orang dewasa dengan perkawinan. Dewasa ini, banyak istri yang tersinggung karena tidak dapat mengendalikan uang yang dipergunakan untuk melangsungkan keluarga, dan mereka merasa sulit untuk menyesuaikan keuangan dengan pendapatan suaminya setelah terbiasa membelanjakan uang sesuka hatinya.
Banyak suami juga merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan keuangan, khususnya kalau istrinya bekerja setelah menikah dan kemudian karena berhenti dengan lahirnya anak pertama bukan hanya pendapatan mereka berkurang, tetapi pendapatan suami harus menutupi semua pengeluaran.
· Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan
Dengan perkawinan setiap orang dewasa akan secara otomatis memperoleh sekelompok keluarga. Mereka itu adalah anggota keluarga pasangan dengan usia, minat, nilai, pendidikan, budaya dan latar belakang social yang berbeda. Suami istri tersebut harus mempelajarinya dan menyesuaikan diri dengannnya bila dia atau ia tidak menginginkan hubungan yang tegang dengan sanak saudara mereka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan :
Ø Stereotype tradisional
Stereotype yang secara luas diterima mengenai “ ibu mertua yang representative ” dapat menimbulkan perangkat mental yang tidak menyenangkan bahkan sebelum perkawinan. Stereotype yang tidak menyenangkan mengenai orang usia lanjut-mereka itu adalah bossy dan campur tangan-dapat menambah masalah bagi keluarga pasangan.
Ø Keinginan untuk mandiri
Orang yang menikah muda cenderung menolak saran dan petunjuk dari orang tua mereka walaupun mereka menerima bantuan keuangan, dan khususnya mereka menolak ikut campur tangan dari keluarga pasangan.
Ø Keluargaisme
Penyesuaian dalam perkawinan akan lebih pelik apabila satu pasangan tersebut menggunakan lebih banyak waktunya terhadap keluarganya daripada mereka sendiri mereka berikan.Bila pasangan terpengaruh oleh keluarga,apabila seorang anggota keluarga berkunjung dalam waktu yang lama atau hidup dengan mereka untuk seterusnya.
Ø Mobilitas social
Orang dewasa muda yang status sosialnya meningkat diatas anggota keluarga atau diatas status keluarga pasangannya mungkin saja tetap membawa mereka dalam latar belakangnya.Banyak oran tua dan anggota-anggota keluarga sering bermusuhan dengan pasangan muda.
Ø Anggota keluarga berusia lanjut
Merawat anggota kelurga berusia lanjut merupakan factor yang sangat pelik dalam penyesuaian perkawinan sekarang karena sikap yang tidak menyenangkan terhadap orang tua dan keyakinan bahwa orang muda harus bebas dari urusan keluarga khususnya bila dia juga mempunyai anak – anak.
Ø Bantuan keuangan untuk keluarga pasangan
Bila pasangan muda harus membantu atau memikul tanggung jawab bantuan keuangan bagi pihak keluarga pasangan, hal itu sering membawa hubungan keluarga yang tidak beres. Hal ini dikarenakan anggota keluarga pasangan dibantu keuangannya, marah dan tersinggung dengan tujuan agar diperoleh bantuan tersebut.

II.4. Masalah Perkawinan
ü Keran bocor
Sesekali berkeluh kesah kepada sahabat atau orang terdekat memang perlu. Namun, usahakan menahan diri untuk tidak terlalu banyak menceritakan keburukan pasangan kepada pihak lain. Anda harus bisa menahan diri untuk tidak menceritakan hal-hal yang bisa menjelekkan suami di hadapan orang lain. Sebaliknya, usahakan untuk berkata yang baik-baik tentang pasangan kepada orang lain.
ü Sindrom "malangnya diriku".
Memendam perasaan sama buruknya dengan menjelekkan pasangan kepada orang lain. Jika ada hal-hal yang membuat Anda tak merasa senang dengan sikap pasangan, sebaiknya utarakan dengan sikap tenang dan menghormati. Coba sisihkan waktu dengan pasangan untuk bermanja-manja dan saling mengutarakan isi hati. Namun, usahakan untuk memberikan solusi atas permasalahannya.
ü Bertengkar karena hal-hal sepele
Biasanya hal ini terjadi karena masalah barang-barang milik pasangan yang berserakan atau menumpuk tak keruan. Pertengkaran karena barang-barang pasangan bisa menjadi semacam penanda ada hal-hal yang tak Anda sukai dari pasangan. Menurut Michele Weiner-Davis, psikoterapis dan penulis buku The Sex-Starved Marriage, akan ada hal-hal yang Anda cintai dan tidak sukai dari pasangan. Itu adalah bagian dari sebuah pernikahan. Ketika Anda mengambil sumpah untuk menikah dengan seseorang, maka semua bagian dari dirinya, baik yang Anda sukai maupun tidak, sudah menjadi bagian dari paketnya.
ü Terlalu jauh
Anda berdua sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan, anak-anak, dan kepentingan sendiri-sendiri, tanpa sadar waktu untuk berbicara pun tak ada. Bahkan saat di tempat tidur. Ketika pasangan mulai mengurangi waktu berkualitas, ini bisa membuat hubungan terasa santai. Namun bisa juga sebaliknya, pasangan berasumsi bahwa Anda tak membutuhkannya lagi. Manusia merespons ketidakterikatan dengan menarik diri masing-masing. Segalanya bisa menjadi lebih parah. Namun, manusia juga merespons dari kebaikan orang lain. Maka, yang bisa Anda lakukan adalah mengambil inisiatif untuk meluangkan waktu. Sisihkan (bukan menyisakan) waktu yang biasanya Anda gunakan hanya untuk menonton TV dengan kegiatan lain yang Anda sukai bersama pasangan. Misalnya, bangun lebih pagi di hari libur untuk jalan pagi bersama. Jika sudah terlalu besar jarak antara Anda dan pasangan, berusahalah lebih keras untuk bisa lebih dekat. Para peneliti setuju agar pasangan seperti ini membuat jadwal rutin untuk berhubungan intim dan untuk bicara. Intimasi dari berhubungan badan memang bisa membuat hubungan pasangan lebih erat.

II.5. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Perkawinan
v Kebahagiaan suami-istri
v Hubungan yang baik antara orang tua dan anak
v Penyesuaian yang baik dari anak-anak
v Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat
v Kebersamaan
v Penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan
v Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan

II.6. Peran Bidan dalam Pengelolaan Perkawinan
Upaya yang dilakukan bidan dalam mengupayakan penyelasaian konflik perkawinan yang terjadi yaitu :
1. Bidan sebagai penyuluh dan pemberi motivasi. Jika ada masalah sekecil apapun yang terjadi dalam rumah tangga harus dikomunikasikan antara pasangan sehingga tidak terjadi kesalah pahaman yang mengganggu keutuhan rumah tangga.
2. Mempersiapkan kedua belah pihak untuk menjadi orangtua dengan memberikan kasih sayang keperawatan dan pendidikan yang terbaik.
3. Jika sebelum menikah belum di imunisasi TT, sebaiknya segera oimunisasi TT agar anaknya nanti tidak terkena penyakit tetanus.
4. Sebaiknya pasangan yang sudah mempunyai satu anak, sebaiknya melakukan KB untuk mengatur jarak kelahiran.
5. Tetap memberika pelayanan tanpa pandang status dari perkawinannya apabila klien di wilayahnya tersebut diberi motivasi UU Perkawinan belum bisa menerima.

BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan diperlukan persiapan fisik dan mental untuk melaksanakannya. Ada bermacam-macam pola dan masalah perkawinan. Adapun perubahan psikologi yang terjadi pada perkawinan yaitu lebih dewasa dan stress. Dalam hal ini diperlukan peran bidan dalam mengupayakan penyelesaian konflik perkawinan yang terjadi.

III.2. Saran
Dalam memberikan pelayanan maupun penyuluhan akan masalah perkawinan, bidan sebaiknya tidak membeda-bedakan status sosial, pendidikan, ekonomi kliennya sehingga semua masalah perkawinan dapat terselesaikan dan tidak mengakibatkan peningkatan angka perceraian.